Budaya Membaca ( Tulisan )

BUDAYA MEMBACA YANG SANGAT KURANG DISEMUA KALANGAN

Budaya baca masyarakat Indonesia termasuk yang paling rendah di Asia. Jangankan masyarakat, guru dan dosen sekalipun, meski secara individual adalah pendidik yang dekat dengan dunia baca-membaca pada kenyataannya juga rendah minat dalam membaca. Tidak jarang didapati di sekolah-sekolah bahwa kebiasaan guru dalam membaca kurang dari 1 jam per hari. Fakta menunjukkan bahwa secara budaya dan tradisi, masyarakat kita adalah masyarakat bertutur yang fasih. Ketika budaya bertutur masih melekat akibat kemajuan teknologi saat ini kita dihadapkan dengan budaya melihat atau menonton acara televisi yang sedemikian kuat dan dahsyat pengaruhnya terhadap perubahan perilaku masyarakat. Lihatlah bagaimana ulah pengendara mobil dan sepeda motor yang ketika membaca larangan berhenti dalam bentuk simbol huruf S, tetapi tidak cukup bisa mengartikan karena mereka tak memiliki budaya baca yang benar.
Lompatan dari tradisi bertutur ke tradisi menonton yang tanpa diperkuat dengan membangun budaya baca sebelumnya, dengan begitu akan menghasilkan orang-orang yang bukan hanya tidak cerdas dalam ‘membaca’ bacaan, melainkan juga mengurangi sensitivitas seseorang dalam merekayasa perilaku yang sesuai dengan hati nurani dan akal pikiran sekaligus. Oleh karena itu penting untuk dipikirkan strategi membangun budaya baca sesegera mungkin.
Program perpustakaan sekolah harus mampu mengembangkan strategi atau pendekatan yang baru agar anak menjadi lebih tertarik ke perpustakaan dan membaca buku yang mereka inginkan. Pemilihannya dapat dilakukan dengan cara melihat catatan peminjam buku di perpustakaan sekolah dalam satu minggu, kemudian mengujinya dengan cara menanyakan secara langsung atau memberi mereka kepercayaan untuk menceritakan apa yang telah dibacanya di depan kelas.


sumber:
http://indonesiabuku.com/?p=5092=

0 komentar:

Posting Komentar